Beban-beban
yang ditinjau dalam análisis struktur Dermaga adalah beban tetap dan beban tidak tetap.
Beban
tetap merupakan gabungan berat sendiri bagian struktur dengan beban hidup yang
disyaratkan. Beban tidak tetap terdiri dari beban yang disebabkan oleh beban gelombang,
arus dan gempa.
Struktur
dan komponennya harus analisis sehingga semua penampang mempunyai kuat rencana
minimum sama dengan kuat perlu, dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya
terfaktor yang sesuai ketentuan untuk menjamin tercapainya perilaku struktur
yang cukup baik pada beban kerja.
1.
Beban Mati (Dead Load)
Beban mati yang merupakan
berat sendiri konstruksi menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung dan non gedung PPI 1983 adalah seperti tabel berikut:
BAHAN BANGUNAN
Baja
Batu alam
Batu belah
Batu karang
Batu pecah
Besi tuang
Beton
Beton bertulang
Kayu kelas I
Kerikil
Pasangan bata merah
Pasangan batu belah
Pasangan batu cetak
Pasangan batu karang
Pasir
Tanah, lempung dan lanau
Timah hitam
KOMPONEN
Adukan per cm tebal:
-
dari
semen
-
dari
kapur
Aspal termasuk bahan bahan mineral penambah, per cm tebalmerah
|
7.850 kg/m3
2.600 kg/m3
1.500 kg/m3
700 kg/m3
1.450 kg/m3
7.250 kg/m3
2.200 kg/m3
2.400 kg/m3
1.000 kg/m3
1.650 kg/m3
1.700 kg/m3
2.200 kg/m3
2.200 kg/m3
1.450 kg/m3
1.850 kg/m3
1.700 kg/m3
11.400 kg/m3
21 kg/m2
17 kg/m2
14 kg/m2
|
2.
Beban Hidup (Live
Load)
Beban hidup yang timbul pada lantai dermaga
biasanya adalah 2000 – 4000 kg/m2 (Kramadibrata, 2002 : 233).
3.
Beban Gempa (Earthquake)
SNI-1726-2012,
membagi wilayah gempa
indonesia, Perhitungan
beban gempa pada masing-masing wilayah gempa didasarkan nilai faktor
respon spectrum (C) pada grafik respon
spectrum gempa rencana. Pada grafik respon spectrum gempa rencana selain faktor
wilayah gempa, jenis tanah dasar juga menentukan faktor respon spectrum (C).
Terdapat jenis tanah yang dapat dipilih yaitu
jenis tanah batuan, tanah
lunak, tanah sedang dan tanah keras.
|
Gambar
Peta Zonasi gempa , Sumber : SNI 03-1726-2012
|
SNI-1727-1987 : 2, beban gempa adalah semua
beban yang bekerja pada gedung atau non-gedung
(dermaga) yang
diakibatkan oleh pengaruh gerakan tanah akibat gempa, dan setiap perencanaan
struktur harus diperhitungkan terhadap beban gempa. Analisis struktur untuk
pengaruh gempa bumi harus berdasarkan studi respon struktur terhadap gerakan
tanah akibat gempa. Koefisien gempa tergantung kepada wilayah gempa, jenis
tanah dan waktu getar alami (T).
4.
Beban Sandar (berthing forces)
Benturan
maksimum dianggap terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudut 10o terhadap sisi
depan dermaga. Gaya benturan yang harus ditahan dermaga
tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja secara
horizontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan. Besarnya energi
benturan diberikan oleh rumus berikut (Triatmodjo, 2009:218):
dengan :
E : energi benturan (ton meter);
V : komponen tegak lurus sisi dermaga dari
kecepatan kapal pada membentur
dermaga (m/d);
W : displacement
(berat) kapal (ton);
g : percepatan
gravitasi (m/dt2);
Cm : koefisien massa;
Ce : koefisien
eksentrisitas;
Cs : koefisien
kekerasan (diambil 1);
Cc : koefisien
bentuk dari tambatan (diambil 1).
Secara
umum kecepatan merapat kapal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Ukuran kapal (DWT)
|
Kecepatan Merapat
|
Pelabuhan (m/d)
|
Laut terbuka (m/d)
|
Sampai 500
|
0,25
|
0,30
|
500-10.000
|
0,15
|
0,20
|
10.000-30.000
|
0,15
|
0,15
|
Di atas 30.000
|
0,12
|
0,15
|
Sumber
: Triatmodjo,
(2009 : 219)
Koefisien
massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
dengan :
Cb : koefisien
blok kapal;
W : displacement
(berat) kapal (ton);
d : draft kapal
(m);
B : lebar kapal (m);
Lpp : panjang
garis air(m);
o : berat
jenis air laut (kgf/m3).
Koefisien
eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal
yang merapat dan dapat dihitung dengan rumus berikut :
dengan
:
l : jarak
sepanjang permukaan air dermaga dari pusat titik berat kapal sampai titik sandar kapal;
r : jari-jari
putaran di sekeliling pusat berat kapal pada permukaan air
Grafik Jari-Jari Putar
Sumber : Triatmodjo, (2009 : 221)
Panjang
garis air (Lpp) dapat dihitung dengan rumus berikut :
Lpp =
0,846Loa1,0193
Titik tolak pertama antara kapal dan
dermaga adalah suatu titik dari ¼ panjang
kapal pada dermaga.
5.
Beban Tambat (mooring
forces)
Kapal
yang merapat di dermaga akan ditambat dengan menggunakan tali ke alat penambat
yang disebut bollard. Gaya tarikan
kapal pada alat penambat yang disebabkan oleh angin dan arus pada badan kapal
disebut gaya tambat (mooring forces).
Berikut diberikan metode untuk menghitung gaya tarikan kapal yang ditimbulkan
oleh angin dan arus (Triatmodjo, 2009:222):
a. Gaya akibat angin
Angin yang berhembus ke badan kapal
yang ditambatkan pada bollard akan
menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya tarik pada dermaga.
Besarnya angin tergantung pada arah hembusan angin dan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Triatmodjo, 2009:222):
1. Gaya longitudinal apabila angin datang
arah haluan (
= 00)
2. Gaya longitudinal apabila angin datang
arah buritan (
= 1800)
3. Gaya lateral apabila angin datang dari
arah lebar (
= 900)
dengan
:
Rw : gaya
akibat angin (kg);
Qa :
tekanan angin (kg/m2);
V : kecepatan angin (m/dt);
Aw :
proyeksi bidang yang tertiup angin (m2).
b. Gaya akibat arus
Arus yang bekerja pada kapal yang
terendam air akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang diteruskan pada
dermaga. Besarnya gaya yang ditimbulkan oleh arus dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Triatmodjo, 2009:223) :
dengan :
Ra : gaya
akibat arus (kgf);
Ac : luas tampang kapal yang terendam air (m2);
:rapat massa air laut (1025 kg/m3);
Vc : kecepatan arus
(m/d);
Cc : koefisien
tekanan arus.
Nilai Cc
adalah faktor untuk menghitung gaya lateral dan memanjang. Nilai Cc tergantung
pada bentuk kapal dan kedalaman air di depan tambatan. Faktor untuk menghitung
gaya arus memanjang (longitudinal)
bervariasi dari 0,2 untuk laut dalam dan 0,6 untuk perbandingan antara
kedalaman air dan draft kapal mendekati 1. Faktor untuk menghitung gaya arus
melintang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Deskripsi
|
Cc
|
Gaya arus
melintang
|
Gaya arus
memanjang
|
Air dalam
|
1,0 - 1,5
|
0,2
|
Kedalaman air/draft kapal =2
|
2,0
|
-
|
Kedalaman air /draft kapal = 1,5
|
3,0
|
-
|
Kedalaman air /draft kapal = 1,1
|
5,0
|
-
|
Kedalaman air/draft kapal =1
|
6,0
|
-
|
Kedalaman air/draft kapal = 1
|
-
|
0,6
|
Sumber
: Triatmodjo,
(2009
: 233)
6.
Beban Gelombang pada Tiang
Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur
tiang adalah sebagai berikut.
Dimana :
Fx =
gaya total pada arah x (N)
Fd max =
gaya drag
maximum (N)
Fi max =
gaya inersia maksimum (N)
ρ =
berat jenis air laut (1025 kg/m3)
g =
percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
D = Dimensi
tiang rencana (m)
H =
tinggi gelombang rencana pada kolam pelabuhan (m)
h =
tinggi muka air (m)
k =
bilangan gelombang (
)
Cd =
koefisian drag
Cm =
koefisien inersia
Tabel 6.1 Drag coefficient
Sumber : OCDI (The Overseas Coastal Area
Development Institute), 2002 : 139
Tabel 6.2 Innertia coefficient
Sumber : OCDI (The Overseas Coastal Area
Development Institute), 2002 : 121
7.
Beban Arus pada Tiang
Beban yang dihitung akibat perilaku arus terhadap
tiang antara lain adalah gaya seret dan gaya angkat.
Persamaan yang digunakan dalam menghitung beban arus yang diterima tiang adalah
sebagai berikut.
Dimana
FD =
gaya seret akibat arus (kN)
FL =
gaya angkat akibat arus (kN)
A =
luas penampang yang terkena arus (m2)
U =
kecepatan arus rencana (m/det)
ρ0 =
berat jenis air laut (1,03 t/m3)
CD =
koefisien geser
CL =
koefisien angkat
8.
Kombinasi Pembebanan
Perencanaan
struktur bangunan diawali dengan menghitung kombinasi pembebanan untuk
mendapatkan momen terfaktor (Mu) dan beban terfaktor (Pu).
Menurut SNI-2487 (2002
: 59), perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan
batas dan kemampuan layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari
aksi sebagai akibat dari beban mati, hidup, gelombang, arus dan
beban gempa. Kombinasi pembebanan tersebut dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L
U = 1,2 D + 1,0 L + 1,0 E
U = 1,2 D + 1,0 L - 1,0 E
U= 1,4 D +
1,4 G + 1,4 A
U= 1,2 D
+ 1,6 L + 1,2 G + 1,2 A
Kuat rencana komponen struktur diambil
dari kuat nominalnya yang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan (j ). Besarnya faktor reduksi kekuatan
menurut SNI-2487-2002 adalah sebagai berikut :
Lentur tanpa beban aksial =
0,80
Geser dan torsi =
0,75
Tarik aksial dengan lentur =
0,80
Tekan aksial dengan lentur = 0,65
Untuk Lebih Jelasnya Bisa di Lihat WEBSITE Arsitekstruktur Via LAPTOP ATAU PC/KOMPUTER: Website Akan Nampak Seperti Dibawah Ini.